BINTAN – Ada hal yang janggal dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Bintan, yakni pada laporan periodik di tahun 2020. Pada laporan tersebut, dilaporkan nilai mobil baru yang diperoleh tercantum dengan harga Rp 60 juta saja. Padahal, harga mobil baru merek Suzuki XL7 keluaran tahun 2020 dibanderol pada harga di atas Rp 250 juta.
Pada LHKPN tahun 2020 yang disampaikan pada tanggal 3 Februari 2021 tersebut, dilaporkan sejumlah aset tanah dan bangunan serta kendaraan, kas dan hutang dengan total nilai Rp 247.714.000,-
Ondi Dobi Susanto, Ketua Bawaslu Bintan yang dikonfirmasi beberapa waktu lalu mengatakan jika laporan LHKPN untuk kendaraan baru merk Suzuki XL7 yang ia laporkan merupakan harga uang muka dari pembelian kendaraan tersebut, dengan harga penjualan sebesar Rp 277 juta.
Ia mengatakan, kendaraan tersebut ia angsur selama beberapa tahun sehingga total yang harus dibayar mencapai Rp 330 jutaan hingga lunas. Ia menjelaskan, untuk pembayaran uang muka mobil baru tersebut merupakan hasil penjualan kendaraan lamanya.
“Itu harga Rp 60 juta saya laporkan karena mengganggap uang muka tersebut merupakan harga perolehan dan selanjutnya di bayar dengan angsuran. Kalau itu salah, saya kurang paham, karena memang di Bawaslu tidak ada pelatihan khusus untuk LHKPN ini, itu saja pengisian dibantu staf juga. Angkanya sesuai dengan aset yang ada,” jawabnya.
Ia pun mempertanyakan apakah LHKPN yang sudah disampaikan dapat diperbaiki untuk disesuaikan dengan nilai perolehan kendaraan yang sesuai dengan pembelian atau total nilai angsuran.
Berdasarkan Laman LHKPN KPK RI, Ondi Dobi Susanto pertama kali melaporkan harta kekayaan pada 26 Maret 2018 atau saat awal menjabat sebagai Anggota Bawaslu Bintan.
Saat pelaporan pertama tersebut, ia memiliki tanah dan bangunan seluas 84 m2/36 m2 di Kota Tanjungpinang yang merupakan hasil sendiri dengan nilai Rp 160 juta. Kemudian memiliki tanah dan bangunan seluas 750 m2/70 m2 di Kabupaten Bintan yang merupakan hibah tanpa akta dengan nilai Rp 250 juta.
Kemudian ia memiliki dua unit sepeda motor dengan total nilai Rp 12 juta. Adapun harta bergerak lainnya sebesar Rp 14,7 juta, kas sebanyak Rp 250 ribu dan hutang sebanyak Rp 182 juta. Sehingga nilai harta kekayaannya sebesar Rp 254.900.000,-.
Untuk pelaporan LHKPN di tahun periodik 2018 yang dilaporkan pada 10 Maret 2019, hartanya naik menjadi Rp 316.733.000,- dengan rincian tanah dan bangunan seluas 84 m2/36 m2 di Kota Tanjungpinang yang merupakan hasil sendiri dengan nilai Rp 160 juta (tetap) dan tanah dan bangunan seluas 750 m2/96 m2 di Kabupaten Bintan yang merupakan hibah tanpa akta dengan nilai Rp 270 juta (naik Rp 20 juta).
Kemudian untuk kendaraan hanya ada roda dua sebanyak 2 unit dengan nilai Rp 9.5 juta (turun Rp 2,5 juta). sedangkan untuk harta bergerak lainnya menjadi Rp 25,5 juta (naik Rp 10 juta) dan kas menjadi Rp 33,1 juta (naik Rp 32,8 juta).
Untuk pelaporan LHKPN periodik 2019 yang disampaikan pada 13 Februari 2020, melaporkan kekayaannya sebesar Rp 335.904.000,- dengan rincian tanah dan bangunan seluas 84 m2/36 m2 di Kota Tanjungpinang yang merupakan hasil sendiri dengan nilai Rp 160 juta (tetap) dan tanah dan bangunan seluas 750 m2/96 m2 di Kabupaten Bintan yang merupakan hibah tanpa akta dengan nilai Rp 270 juta (tetap).
Kemudian untuk kendaraan roda dua dilaporkan tetap dengan nilai Rp 9,5 juta. Adapun pada pelaporan ini ada tambahan kendaraan yaitu Mobil Toyota Dyna Rino tahun 1990 yang merupakan hasil sendiri dengan nilai perolehan Rp 50 juta. Kemudian juga ada tambahan kendaraan Mobil Toyota Avanza Seri S tahun 2006 yang merupakan hasil sendiri dengan nilai perolehan Rp 80 juta. sedangkan untuk harta bergerak lainnya tetap dinilai Rp 25,5 juta dan kas menjadi Rp 5,34 juta (turun Rp 27 juta), harta lainnya Rp 30 juta (baru) serta hutang sebanyak Rp 294,44 juta.
Untuk pelaporan LHKPN periodik tahun 2020 yang dilaporkan pada 3 Februari 2021, tercatat Ondi memiliki total kekayaan sebesar Rp 247.714.000,- dengan rincian tanah dan bangunan seluas 84 m2/36 m2 di Kota Tanjungpinang yang merupakan hasil sendiri dengan nilai Rp 170 juta (naik Rp 10 juta) dan tanah dan bangunan seluas 750 m2/96 m2 di Kabupaten Bintan yang merupakan hibah tanpa akta dengan nilai Rp 280 juta (naik Rp 10 juta) dan tambahan bangunan baru seluas 90 m2 yang terletak di objek tanah yang sama di lahan seluas 790 m2 di Bintan, dengan nilai Rp 100 juta yang diperoleh dari hasil sendiri.
Kemudian pada aset kendaraan roda dua sebanyak dua unit, satu diantaranya bernilai Rp 2 juta dan satu unit lainnya merupakan kendaraan baru dengan nilai Rp 17 juta. Kemudian untuk Mobil Toyota Dyna Rino tahun 1990 dinilai sebesar Rp 45 juta (turun Rp 5 juta) dan terdapat kendaraan roda 4 baru yaitu Suzuki XL7 keluaran tahun 2020 yang merupakan hasil sendiri dengan nilai Rp 60 juta.
sedangkan untuk harta bergerak lainnya tetap dinilai menjadi Rp 28,5 juta (naik Rp 3 juta) dan kas menjadi Rp 5,08 juta, harta lainnya Rp 25 juta (turun Rp 5 juta) serta hutang sebanyak Rp 484.872.000,-.
Pada pelaporan LHKPN di periodik 2020 ini lah terdapat kejanggalan. Pertama soal harga perolehan kendaraan baru roda empat Suzuki XL7 keluaran tahun 2020. Untuk harga kendaraan tersebut disebutkan Ondi sebesar Rp 277 juta dan menjadi Rp 330 jutaan karena dibayar secara angsur.
Pada pelaporan LHKPN tersebut, seharusnya dimasukan harga mobil sebesar Rp 277 juta jika tunai atau Rp 330 jutaan jika angsur. Pada kondisi ini, salah seorang tenaga pembukuan di Tanjungpinang menjelaskan jika pada pelaporan pembukuan yang benar untuk perolehan aset adalah sesuai dengan harga yang harus dibayarkan.
“Jika penjual, maka harga penjualan adalah harga yang diterima jika terjadi transaksi suatu barang, sedangkan nilai bunga pada angsuran masuk dalam catatan keuntungan. Namun jika di posisi pembukuan pembeli, maka harga yang dimasukan dalam beban pembayaran adalah seluruh biaya yang dikeluarkan hingga barang tersebut secara sah berpindah hak sepenuhnya (lunas pembayarannya),” terangnya.
Pada pelaporan LHKPN, sambungnya, sama dengan metode pembukuan di akuntansi. Menurutnya harga yang dibayar baik lunas maupun angsuran akan seimbang dengan apa yang menjadi beban pembayaran hutang.
Jika merujuk pada keterangan tadi maka total nilai harta yang dilaporkan harus ditambahkan dengan nilai pembelian mobil, bukan Rp 60 juta yang merupakan uang muka. Jika merujuk di harga Rp 277 juta, maka ada nilai Rp 217 juta yang wajib ditambahkan sehingga total harta di tahun 2020 menjadi Rp 464.714.000,-. Namun jika merujuk di harga angsuran yang mencapai Rp 330 juta, maka nilai harta kekayaan harus ditambah selisihnya, sehingga menjadi Rp 517.714.000,-. Melalui perhitungan ini, maka ada kejanggalan nilai harta yang mengalami kenaikan antara Rp 217 juta atau Rp 270 juta jika diangsur.
Jika dinilai dari kemampuan membayar hutang selama tahun 2020 juga menjadi kejanggalan tersendiri. Pada tahun 2020, nilai hutang yang dilaporkan sebesar Rp 484.872.000,- dan hutang pada tahun 2019 sebanyak 294.440.000,-. Jika merujuk pada kemampuan pembayaran hutang diantara tahun tersebut serta pembaharuan hutang akibat pembelian mobil baru maka, nilai hutang tahun 2020 dapat dikurangi dengan nilai Rp 270 juta (harga mobil dengan nilai angsuran Rp 330 jutaan dikurang uang muka Rp 60 juta) sehingga menjadi Rp 214.872.000,-. Kemudian, selisih nilai Rp 214.872.000, dikurangi dengan hutang pada tahun 2019 sebesar Rp 294.440.000,- yaitu sebesar Rp 79.568.000,-.
Merujuk kepada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kedudukan Keuangan Ketua dan Anggota Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu), Bawaslu Provinsi, Bawaslu Kabupaten/Kota, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilihan Umum (DKPP), anggota Bawaslu kabupaten kota mendapat gaji atau uang kehormatan sebesar Rp 10.415.700,- sebelum dipotong pajak, serta tambahan perjalanan dinas dan mendapat jaminan kesehatan.
Jika gaji Anggota Bawaslu kabupaten/kota selama 1 tahun dan jika ditambah asumsi tambahan tunjangan hari raya dan gaji ke 13, maka dapat dihitung sebanyak kira-kira Rp 140 juta, angka tersebut tentunya juga janggal dengan nilai peningkatan harta yang seharusnya pada tahun 2020 sebanyak Rp 214 jutaan dan kemampuan membayar hutang pada tahun tersebut yang berkisar di angka Rp 79 jutaan, tentunya itu diluar biaya untuk kehidupan yang tentunya tidak tercantum di LHKPN.
Untuk LKHPN tahun 2021 tercatat total kekayaan Ondi yang menjadi Ketua Bawaslu mencapai total Rp 381.874.000,- dan pada tahun 2022 mencapai total Rp 473.943.000,-. tentunya pada tahun 2021 dan tahun 2022 ini akan mengalami perubahan nilai jika disesuaikan dengan kejanggalan di laporan pada tahun 2020 atau saat tahun politik berjalan yaitu Pilkada Bintan.(redaksi)