Pemecah Batu Bertahan Hidup Demi Sesuap Nasi

Umiyati (59) saat menitik batu salah satu pekerjaan yang digelutinya demi bertahan hidup (foto ignnews.id)
banner 120x600

“Lebih baik kami kerja mengeluarkan keringat dari pada kami disuruh menjadi pengemis”

ignnews.id,Anambas-Umiyati seorang wanita berusia mencapai 59 tahun bertahan hidup selama 20 tahun hanya dengan modal palu dan karung yang dimiliki untuk melakukan aktivitas pekerjaan yaitu menitik batu.

“Batu yang dititik tersebut akan dijual dengan warga yang akan membangun rumah atau ada pekerjaan proyek desa maupun pemerintah,” ungkap Umiyati ketika ditemui ignnews.id, Rabu (23/6/2021).

Desa Impol Kecamatan Jemaja Barat Kabupaten Kepulauan Anambas tempat domisilinya. Setiap lokasi lahan batu yang dimiliki oleh pemilik lahan akan diliriknya dan melakukan negosiasi setiap kubikasi pemilik lahan mendapatkan hasil Rp 100 ribu/kubik.

“Saya bersama suami dalam waktu seminggu akan menghasilkan satu kubik. Batu tersebut kami pecahkan dengan menitik menggunakan palu lalu dimasukan ke dalam karung untuk siap dijual,” jelasnya.

Dirinya menceritakan, setiap satu kubik batu akan dijual dengan harga Rp 550 ribu dan dibagi lagi dengan pemilik lahan. Menjelang batu terjual ia menambahkan, bahwa mereka sudah berhutang di kedai untuk makan dan kebutuhan hidup sehari-hari.

“Demi untuk bertahan hidup kita harus lakukan. Ketimbang jadi pengemis, lebih baik kami mengeluarkan keringat dan tenaga yang masih dimiliki hingga kini,” ujarnya.

Kata dia, dirinya hanya sebagai penitik batu sedangkan suaminya sebagai penggali batu dan dikumpulkan untuk dipecahkan dengan palu. Kendala yang dialami hadapi tentu selalu ada, salah satunya mencari lahan bebatuan dan negosiasi dengan pemilik lahan.

“Belum tentu semua pemilik lahan ingin kita bersihkan lahannya dari batu. Kami sudah ikhlas menjalani pekerjaan ini,” sebutnya.

Lanjutnya, dirinya hanya berpesan kepada semua orang dan dirinya sendiri, agar tetap semangat dalam melaksanakan aktivitas, pantang menyerah dan hindarkan dari meminta belas kasihan orang lain.

“Jika tenaga masih kuat dan pemikiran masih sehat, lebih baik kita bekerja mengeluarkan keringat ketimbang menjadi kami menjadi pengemis,” tukasnya. (Fendi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *