TANJUNGPINANG-ignnews.id – Jo Sun Huat dan Suhariyadi, warga Desa Pengudang, Kecamatan Teluksebong mengugat Kepala Desa Pengudang dan seorang pengacara serta warga terkait hibah lahan dari PT Buana Mega Wisata (BMW) kepada masyarakat Desa Pengudang, Kecamatan Teluksebong.
Perkara perbuatan melawan hukum tersebut didaftarkan pada 14 Mei 2024 dengan nomor perkara 27/Pdt.G/2024/PN Tpg sudah masuk dalam tahap pembacaan gugatan pada Selasa (30/7/2024) lalu setelah dua kali sidang mediasi.
Suhariyadi, Penggugat 2 mengatakan, dirinya melayangkan gugatan kepada beberapa pihak yaitu Tergugat 1 yaitu Kamali Kepala Desa Pengudang, Tergugat 2 yaitu Iwan Kadly, seorang pengacara saat ini, namun jabatannya dalam gugatan selaku Ketua Badan Pemusyawaratan Desa (BPD) Pengudang dan seorang warga bernama Saparudin selaku Tergugat 3.
Selain itu, ada pihak yang menjadi turut tergugat yakni Mustakim selaku Turut Tergugat 1 dan Mira Asfarina selaku Turut Tergugat 2.
Kepada ignnews.id Suhariyadi alias Acai mengatakan jika awal permasalahan perbuatan melawan hukum dengan objek tanah ini terkait hibah lahan dari PT BMW kepada masyarakat Desa Pengudang di tahun 2018. Saat itu PT BMW menghibahkan lahan kepada warga melalui Pemkab Bintan seluas lebih kurang 100 hektare.
Saat itu, katanya, setiap warga yang bermukim, berdomisili atau memiliki rumah di wilayah tersebut mendapatkan hak atas tanah seluas 900 meter persegi atau ukuran 30 kali 30 meter persegi untuk setiap Kepala Keluarga (KK).
“Jadi nenek saya pada tahun 1925 sudah menggarap lahan ini seluas 4 hektare, ditanami la berbagai pohon tua termasuk durian. Kemudian lahan ini diserahkan kepada bapak saya Jo Sun Huat,” jelasnya.
Ia mengatakan, kemudian pada tahun 1993 ada pembebasan lahan kepada PT BMW, lahannya yang ada rumahnya tersebut dibebaskan perusahaan dan disampaikan jika warga masih boleh berkebun dan bermukim di wilayah tersebut hingga lahan tersebut dipergunakan oleh pihak perusahaan.
“Pada tahun 2018 kemudian PT BMW melakukan penyerahan sebagian lahan untuk masyarakat Desa Pengudang. Lahan tersebut juga merupakan lahan kami dulu yang juga ada rumahnya yang sudah berdiri lebih dari 31 tahun. Lantas saya dan bapak mendapatkan dua bidang tanah seluas 900 meter persegi, karena KK kami terpisah,” jelasnya.
Usai dibagikan lahan tersebut, lanjutnya, ia menebang kebun durian yang ia urus selama ini dan sudah ditanam sebelum pembebasan PT BMW. Pohon tersebut ia tebang karena merasa lahan tersebut akan dibagikan ke pihak lain sesuai pembagian dari desa.
Penebangan beberapa pohon tersebut lantas dipermasalahkan warga yang mendapatkan kaplingan lahan di lokasi tersebut, namun permasalahan tersebut sudah dilakukan mediasi di desa dan selesai dengan damai.
“Saya dan bapak sudah dibagikan lahan 900 meter persegi itu, kemudian kami serahkan data juga. Namun saat penyerahan sertipikat lahan, malah nama kami tidak ada dan parahnya lagi, lahan kami yang sudah berdiri rumah tersebut malah atas nama pihak lain. Atas dasar ini kami melakukan gugatan ke pengadilan,” terangnya.
Merasa diambil haknya tanpa adanya koordinasi, lantas pihak Acai menggugat ketiga tergugat karena dinilai melawan hukum dan mengambil hak orang lain. Ia juga turut menggugat Mustakim dan Mira Asfarina karena keduanya merupakan nama yang tertera di sertipikat yang lahannya merupakan rumah Acai.
“Anehnya lagi, Mustakim dan Mira ini suami istri, dapat lahan dua bidang. Padahal satu KK hanya 1 bidang saja ukurannya 900 M2. Nah Mira ini merupakan anak Saparudin dan Mustaqim merupakan menantunya,” ungkapnya.
Tak hanya itu saja, Acai juga menemukan sejumlah fakta yang sudah ia pegang terkait pembagian lahan hibah PT BMW tersebut. Pasalnya dalam pembagian tersebut ada penerima hibah yang sudah meninggal, namun tetap diberikan lahan. Kemudian juga ada aparatur desa yang menerima lahan lebih dari 1 bidang, bahkan hingga 5 bidang.
“Ada juga pejabat-pejabat yang mendapatkan lahan, ini kan aneh, nanti akan saya tunjukan buktinya di pengadilan,” ucapnya.
Sementara itu, Iwan Kadly yang diwawancarai membenarkan dirinya sebagai Tergugat 2 dalam perkara tersebut. Pengacara perkara kasus skincare tanpa izin di Tanjunguban beberapa waktu lalu ini, menyebut jika kapasitas dirinya dalam gugatan tersebut selaku Kepala BPD Pengudang.
“Ya kita akan hadapi perkara ini,” katanya.
Saat ditanya mengenai duduk permasalahan perkara, Iwan mengatakan jika masalah tersebut terjad saat pembagian lahan di Desa Pengudang. Selaku BPD pihaknya ikut melakukan pengukuran dan pembagian lahan yang dilakukan oleh pihak desa.
“Ya kami juga ada kewajiban dalam pengukuran dan pembagian lahan tersebut, semua sesuai prosedur lah,” jawabnya.(Aan)