Tuntutan Mantan Kadis Perkim Lebih Rendah Dari Dua Terdakwa Lainnya, Siapa Otak Korupsi TPA Sebenarnya?

Suasana sidang sebelum pembacaab tuntutan terhadap perkara korupsi lahan TPA Tanjunguban di PN Tanjungpinang. Kamis (5/1/2023) oleh Aan
banner 120x600

TANJUNGPINANG – Agenda sidang perkara korupsi pengadaan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tanjunguban Selatan memasuki agenda penuntutan bagi tiga terdakwa yakni mantan Kepala Dinas Perkim Bintan Herry Wahyu, Ari Syafdiansyah dan Supriatna. Pada Kamis (5/1/2023) petang, Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah membacakan tuntutan bagi ketiganya tersebut.

Namun, pada pembacaan tuntutan tersebut, Herry Wahyu mantan Kepala Dinas Perkim justru mendapatkan tuntutan yang paling ringan daripada terdakwa lainnya. Herry Wahyu dituntut JPU dengan pidana penjara 7 tahun dan 6 bulan penjara, kemudian denda sebesar Rp 300 juta subsider 4 bulan penjara serta Uang Pengganti (UP) sebesar Rp 100 juta dan akan dieksekusi setelah 1 bulan putusan inkrah.

“Terdakwa Herry Wahyu terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 2 ayat 2 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” baca JPU.

Kemudian, untuk terdakwa Ari Syafdiansyah dituntut pidana penjara 8 tahun dan 6 bulan serta denda Rp 300 juta subsider penjara selama 6 bulan. Kemudian ia juga diwajibkan membayar UP sebesar Rp 1,44 miliar dikurangi Rp 62,5 juta yang sudah dikembalikan. Jika tidak membayar UP maka akan diganti dengan pidana penjara selama 9 tahun.

“Terdakwa Ari Syafdiansyah terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” ucap JPU lagi.

Kemudian dengan Pasal yang sama dengan Ari Syafdiansyah, Terdakwa Supriatna yang dianggap terbukti melakukan pelanggaran pasal tersebut dituntut 8 tahun penjara dengan dan denda Rp 300 juta subsider penjara 5 bulan. Kemudian juga ia diwajibkan membayarkan UP sebesar Rp 900 juta dan bila tidak mampu akan diganti dengan penjara selama 7 tahun.

Usai pembacaan tuntutan tersebut, Ketua Majelis Hakim Siti Hajar Siregar mengagendakan penyampaian nota pembelaan atau pledoi pada Kamis (12/1/2023) mendatang.

Sementara itu, lebih ringannya tuntutan JPU terhadap Mantan Kadis Perkim Bintan menjadi tanda tanya siapakah otak kasus korupsi tersebut atau otaknya adalah Ari Syafdiansyah dengan tuntutan tertinggi atau ada pihak lain di luar ketiga terdakwa ini?.

Kuasa Hukum Herry Wahyu, Sabri Hamri yang diwawancarai usai sidang menyampaikan menghormati tuntutan JPU, namun pihaknya akan menyampaikan nota pembelaan sesuai dengan fakta-fakta persidangan.

Saat ditanya apakah tuntutan JPU sesuai dengan fakta yang ada, Sabri mengatakan jika ada dakwaan yang dinilai tidak sesuai dengan fakta persidangan.

“Ada beberapa uraian dakwaan yang kami anggap tidak sesuai dengan fakta persidangan, itu akan kami sampaikan pada nota pembelaan,” jelasnya.

Ia juga mencontohkan salah satu hal yang tidak terbukti dalam persidangan adalah mengenai hubungan komunikasi saudara Herry Wahyu dan Ari Syafdiansyah. Dikatakannya, selama ini Harry Wahyu tidak pernah menyuruh atau memerintahkan atau meminta bantu kepada Ari Syafdiansyah terkait pengadaan lahan TPA di Bintan.

Saat ditanya mengenai peran PPK dan PPTK yang dinilai terlibat dalam kasus tersebut, Sabri mengatakan PPK dan PPTK memang memiliki peran dalam pembebasan lahan tersebut, terutama pada panitia persiapan.

“PPK dan PPTK memang berdasarkan fakta persidangan memang memiliki peran. Bahkan dalam fakta persidangan dapat kami simpulkan yang berperan aktif dalam pengadan lahan ini adalah PPTK yakni saudara Deni Irman Susilo, yang sampai saat ini kita tidak tahu seperti apa statusnya. Karena kemarin ia hanya menjadi saksi. PPK juga memiliki peran dalam hal ini, tapi statusnya juga masih saksi,” tambahnya.(Aan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *