Kejari Bintan Sita Eksekusi Dua Aset Milik Ari Syafdiansyah Terpidana Kasus Korupsi TPA

banner 120x600

BINTAN – Kejaksaan Negeri (Kejari) Bintan mulai melakukan sita eksekusi terhadap sejumlah aset milik terpidana kasus korupsi pengadaan lahan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) di Tanjunguban Selatan.

Pada Rabu (30/8/2023) pagi, pihak Kejari Bintan melakukan pemasangan plang sita eksekusi terhadap dua aset bidang tanah milik terpidana Ari Syafdiansyah. Sita tersebut dilakukan berdasarkan Putusan Pengadilan Tinggi (PT) Tanjungpinang Nomor 7/PID.SUS-TPK/2023/PT.TPG tanggal 23 Mei 2023. Dasar lainnya yaitu Surat Perintah Pencarian Harta Benda (P-48A) Nomor Print-573/L.10.15/Fu.1/07/2023 tanggal 11 Juli 2023.

Fajrian Yustiardi, Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejari Bintan mengatakan pihak melakukan sita eksekusi terhadap terpidana kasus korupsi TPA Tanjunguban guna mengembalikan aset negara yang hilang akibat perbuatan para terpidana.

“Kami hari ini melakukan sita eksekusi terhadap dua bidang tanah kosong milik Ari Syafdiansyah dan terdata dengan nama yang sama berdasarkan data dari ATR/BPN Bintan,” katanya.

Dijelaskannya, aset pertama yang disita adalah sebidang tanah kosong dengan status Hak Milik Nomor 03110 dengan luas 834 M2 terletak di Desa Teluksasah, Kecamatan Seri Kuala Lobam. Kedua sebidang tanah kosong dengan status Hak Milik Nomor 00147 dengan luas 571 M2 yang terletak di Kelurahan Gunung Lengkuas, Kecamatan Bintan Timur.

“Kedua aset tanah tersebut kami letakkan sita eksekusi hari ini dengan didampingi istri terdakwa bersama aparatur desa/lurah dan kecamatan terkait,” jelasnya.

Disampaikannya juga, untuk terpidana Ari Syafdiansyah, pihak juga sudah membidik sejumlah aset yang diduga milik terpidana tersebut. Kemudian untuk terpidana Supriatna alias Ujang, pihaknya baru menyita dua unit kendaraan roda dua. Pihaknya saat ini juga tengah berkoordinasi dengan sejumlah pihak untuk menginventarisir sejumlah aset milik Supriatna yang dapat disita guna mengembalikan kerugian negara.

“Kami tegaskan juga sita ini bukan hanya sekedar menyita. Kami akan menelusuri aset lainnya. Jika nanti ditemukan fakta ada pihak yang menyembunyikan atau berencana menyembunyikan dan mengaburkan aset-aset milik terpidana, kami akan terapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU),” tegasnya.

Sebelumnya, pada putusan yang disampaikan tertanggal 31 Mei 2023 tersebut, dua terdakwa kasus korupsi TPA Tanjunguban mendapatkan tambahan hukuman masa penahanan dan satu terdakwa mendapatkan tambahan hukuman Uang Pengganti atau UP.

Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Bintan I Wayan Eka Widdyara saat itu mengatakan, untuk terdakwa Herry Wahyu yanga awalnya divonis penjara selama 4 tahun, naik menjadi 5 tahun dalam putusan PT Kepri.

Kemudian juga untuk terdakwa Ari Syafdiansyah yang awalnya divonis 6 tahun penjara, dinaikan masa penahannya menjadi 7 tahun. Ari juga mendapatkan tambahan UP yang awalnya Rp 990 juta menjadi Rp 1.09 miliar. Kemudian untuk Terdakwa Supriatna hukuman UP yang semula Rp 1.03 miliar menjadi Rp 1,35 miliar pada putusan PT Kepri.

“Untuk saat ini kami masih menunggu apakah para terdakwa mengajukan kasasi atas putusan banding tersebut. Karena ada masa 14 hari sejak putusan diterima untuk mengajukan kasasi,” jelas I Wayan Eka, Sabtu (10/6/2023).

Sebelumnya pada Selasa (14/2/2023) lalu, Majelis Hakim, Siti Hajar Siregar didampingi Majelis Hakim Anggalanton Boang Manalu dan Majelis Hakim Ad-Hoc Tipikor, Syaiful Arif menyatakan para terdakwa kasus korupsi TPA terbukti sesuai tuntutan primair jaksa penuntut umum, melanggar pasal 2 juncto Pasal 18 nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 KUHP.

Kemudian juga, majelis hakim menyatakan jika pembuatan surat yang dilakukan oleh Ari Syafdiansyah tidak sesuai dengan aturan peralihan hak dan hanya berdasar surat kuasa semata, sehingga proses tersebut adalah cacat hukum. Hakim juga menyatakan jika lokasi dan luas tanah lahan TPA berbeda dengan surat Tebas tahun 1981 atas nama Sapri Bin Supri yang menjadi dasar tiga sporadik seluas 6 hektare.

Dalam putusan, terdakwa Herry Wahyu dengan hukuman pidana penjara selama 4 tahun dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Selain hukuman penjara, terdakwa Herry Wahyu juga dihukum membayar Uang Pengganti (UP) sebesar Rp 100 juta, jika tidak dibayar diganti dengan hukuman penjara selama 1 tahun.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan JPU dengan tuntutan Pidana Penjara selama 7 (Tujuh) tahun dan 6 bulan denda sebesar Rp 300 juta subsider selama 4 bulan. Selain tuntutan pokok, terdakwa Herry Wahyu juga dituntut untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 100 juta, jika tidak dibayar diganti dengan hukuman pengganti selama 5 tahun.

Kemudian, untuk terdakwa Ari Syafdiansyah dihukum dengan pidana penjara selama 6 tahun dan denda Rp 300 juta, subsider 4 bulan kurungan. Selain itu, ditambah hukuman tambahan membayar uang pengganti sebesar Rp990 juta. Apabila dalam satu bulan tidak dibayar, maka diganti dengan hukuman penjara selama 2 tahun.

Untuk Ari Syafdiansyah juga mendapatkan vonis lebih ringan dari tuntutan JPU yakni pidana penjara selama 8 tahun dan 6 bulan, denda Rp 300 juta subsider 6 bulan, kemudian uang pengganti senilai Rp 1.440.000.000 dikurangi dengan hasil penyitaan BB uang sebesar Rp 62.500.000,- sehingga menjadi Rp 1.377.500.000, jika tidak dibayar diganti dengan hukuman pengganti selama 9 tahun.

Selanjutnya, untuk terdakwa Supriatna alias Ujang selaku penerima ganti rugi lahan, dihukum dengan pidana penjara selama 5 Tahun dengan denda Rp 300 juta subsider 4 bulan kurungan. Selain hukuman Pokok, Terdakwa juga dihukum membayar Uang Pengganti Rp 1,03 miliar, jika tidak dibayar maka diganti dengan hukuman penjara selama 2 tahun kurungan.

Sama dengan terdakwa lainnya Supriatna alias Ujang juga divonis lebih ringan dari tuntutan JPU 8 tahun penjara, denda Rp 300 juta subsider pidana kurungan selama 5 bulan. Namun untuk Uang Pengganti, terdakwa yang dituntut membayar sebesar Rp900 juta, divonis menjadi Rp 1,03 miliar namun dengan jika tidak dibayar diganti dengan hukuman pengganti selama 7 tahun penjara dalam tuntutan, menjadi 2 tahun dalam vonis.

Selain membacakan lamanya pidana dan denda serta uang pengganti, Majelis Hakim juga memutuskan Sertipikat Hak Pakai (SHP) milik Pemkab Bintan dikembalikan ke BPN Bintan. Kemudian juga Sporadik Nomor 9, 10 dan 11 dikembalikan ke Kelurahan Tanjunguban Selatan untuk dibatalkan.(Aan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *