Polemik Proyek SLB Anambas Belum Tuntas, Ada Apa?

Foto Gedung Sekolah Luar Biasa (SLB) di Desa Tiangau Kecamatan Siantan Selatan Kabupaten Kepulauan Anambas (foto Ignnews.id)
banner 120x600

Ignnews.id,Anambas-Sejumlah pekerja menunggu janji dari pihak pelaksana pembangunan Sekolah Luar Biasa (SLB) yang dibangun di Desa Tiangau, Kecamatan Siantan Selatan, Kabupaten Kepulauan Anambas (KKA) terkait pelunasan upah terhadap pekerja hingga saat ini belum dituntaskan dengan semestinya, proyek SLB tersebut bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) dengan nilai anggaran sekitar Rp 3,1 Miliar.

Salah satu pekerja yang mengambil upah untuk mengadakan pintu, Abdul Kadir selaku warga Dusun Arung Hijau mengakui, bahwa jumlah pintu yang dipasang dan dijanjikan akan dibayarkan setiap pintunya sebesar Rp 150.000/unit, sedangkan pintu yang telah terpasang sebanyak 34 unit.

“Biaya pembuatan pintunya sudah dibayarkan, tapi upahnya hanya dibayar sebesar Rp 1.100.000 saja, mestinya mereka bayar dengan saya sebesar Rp 5.100.000. Itu saja keluhan saya dan saya sangat berharap kepada pihak pelaksana atau yang mengelola proyek tersebut dapat membayar upah saya itu, ” ungkap Abdul Kadir ketika menemui Ignnews.id, Rabu (19/8/2020).

Sementara itu pekerja lainnya pula, Zuhrijam mengakui, bahwa dirinya diberikan mengambil upah mengecat bagian bangunan sekolah sebanyak satu bangunan saja dengan nilai upah sebesar Rp 8 juta dan dibayarkan hanya sebesar Rp 3 juta saja.

“Bangunan itu ada lima ruangan, saya hanya mengerjakan satu unit saja untuk pengecatan. Sisa 4 ruangannya dikerjakan orang lain. Upah ini masih kurang bayar sebesar Rp 5 juta,” ucap dia.

Kata dia lagi, selain mengecat ruangan yang dibayar tidak sesuai dengan kesepakatan, dirinya juga mengerjakan pemasangan keramik lantai sebanyak 108 kotak dengan nilai upah Rp 40 ribu/kotak dan hanya dibayar Rp 3 juta saja.

“Mestinya mereka bayar sesuai perjanjian sebesar Rp 4.320.000 tapi dibayarkan sebesar Rp 3 juta. Artinya masih ada kekurangan pembayaran sebesar Rp 1.320.000. Saya tambahkan ada biaya upah untuk menjaga air sebesar Rp 500 ribu/bulan, tapi 2 bulan upah jaga air tidak dibayar sebesar Rp 1 juta. Kami harapkan upah kami dapat dibayarkan sesuai dengan kesepakatan dan kami minta hak kami saat ini yang belum ada kabar baik dari pihak pelaksana kegiatan,” jelas dia.

Sedangkan, Jamil sebagai penerima upah lainnya juga menjelaskan, para pelaksana kegiatan melakukan penyewaan alat kerjanya seperti satu unit mesin molen selama 3 bulan yang lalu, mereka hanya membayar Rp 1 juta saja dan sisa 2 bulan belum dibayarkan hingga saat ini.

“Singkat saja, upah yang belum dibayar kepada saya selama bekerja disana diantaranya, biaya sewa mesin molen sebesar Rp 2 juta, upah ngecat yang belum dibayar sebesar Rp 2,5 juta dan upah melantai sebesar Rp 1,5 juta belum dibayar juga dan upah plaster dinding tembok bangunan sebesar Rp 1 juta. Biaya upah pekerja yang bekerja dengan saya, sudah saya bayarkan. Tapi upah saya dari pelaksana kegiatan ini belum kunjung usai hingga saat ini,” pungkas dia.

Kata dia, hal ini pihaknya sudah menunggu cukup lama dan selama 6 bulan yang lalu, akan tetapi hingga saat ini pihaknya belum mendapatkan jawaban secara pasti dari pelaksana kegiatan.

“Sebenarnya kami tidak ingin mencampur urusan unit pelaksana dengan pihak Komite. Kami hanya minta tanggung jawab dari pelaksana kegiatan yang membuat kesepakatan awal dengan kami. Kami harapkan hal ini harus dituntaskan, kami sudah jenuh dengan janji-janji saja,” kesal Jamil. (Fd)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *