Terkait Kasus Jembatan Tanah Merah Penaga, Bakal Menambah Deretan Pejabat Bintan Tersandung Korupsi?

Nixon Andreas Lubis, Kasi Penkum Kejati Kepri
banner 120x600

BINTAN – Setelah beberapa pejabat di Kabupaten tersandung kasus korupsi dan ditahan Aparat Penegak Hukum (APH), kini diperkirakan akan ada lagi pejabat Bintan yang akan terjerat kasus serupa.

Hal tersebut setelah pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kepri menetapkan status penyidikan terhadap pembangunan Jembatan Tanah Merah di Sei Tiram, Desa penaga, Kecamatan Telukbintan beberapa bulan lalu.

Tidak main-main, Penyidik Pidsus Kejati Kepri, telah memeriksa 14 orang saksi dalam perkara dugaan korupsi sebesar Rp 11,6 miliar dari anggaran BP Bintan untuk pembangunan jembatan tersebut

Nixon Andreas Lubis, Kasi Penkum Kejati Kepri menjelaskan, penyidik saat ini tinggal menunggu hasil keterangan para ahli sebagai salah satu pertimbangan untuk menetapkan tersangka.

“14 Saksi yang diperiksa termasuk 6 orang Aparatur Sipil Negara (ASN) di antaranya. Ada nama Plt Kadis Perkim Bintan berinisial BW,” kata Nixon Selasa (6/9/2022), kemarin.

Saat awak media melemparkan pernyataan apakah Plt Kadis Perkim Bintan itu bakal ditetapkan tersangka, Nixon tidak membantah. Namun pihaknya belum dapat mengatakan saat ini dan akan segera menetapkan tersangka.

Saat ditanya mengenai peran BW, Nixon menerangkan bahwa BW di dalam perkara ini saat bersangkutan menjabat selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek jembatan itu selama 2 tahun anggaran sejak tahun 2018-2019.

“Ini kegiatan melekat di BP Kawasan Bintan, sekaligus yang bersangkutan difungsikan sebagai PPK proyek Jembatan Tanah Mera di Teluk Bintan sepanjang 20 meter,” imbuhnya.

Diketahui, BW kini selaku Plt Disperkim Kabupaten Bintan. Yang bersangkutan juga saat ini menjabat sebagai Anggota 3 Bidang Bina Sarana Prasarana di BP Kawasan Bintan.

Sebelumnya diterangkan pihak Kejati Kepri beberapa lalu, bahwa dugaan korupsi tersebut yaitu pembangunan jembatan Tanah Merah di Telukbintan dengan nilai kontrak Rp 9,66 miliar pada tahun 2018. Kegiatan itu dikerjakan oleh penyedia jasa dari PT Bintang Fajar Gemilang (BFG) dan Konsultan Pengawas CV DS dengan masa kerja selama 150 hari kalender. Namun, mereka tidak menuntaskan proyek jembatan itu hingga 14 Desember 2018.

Alasannya, PT BFG tidak dapat mendatangkan tenaga ahli, project manager dan site manager serta tidak dapat mendatangkan alat, dan supply material tiang pancang yang menjadi pekerjaan utama. Kemudian, PPK melakukan pemutusan kontrak kepada PT BFG karena kondisi riil progres pekerjaan hanya 35,35 persen. Dengan realisasi pembayaran Rp 3,5 miliar

Kemudian, di tahun 2019, pekerjaan kembali dilanjutkan dengan pagu anggaran Rp 7,5 miliar. CV Bina Mekar Lestari (BML) ditunjuk sebagai penyedia jasa dengan nilai kontrak Rp 7,3 miliar lebih dan konsultan pengawasnya dari CV PPC. Setelah PPK, konsultan pengawas dan penyedia jasa melakukan rapat evaluasi ternyata ditemukan sejumlah permasalahan. Di antaranya, ada perbedaan desain awal perencanaan dan komponen material bangunan.

Selanjutnya, terjadi penurunan tanah timbunan yang telah terpasang yakni, melampaui estimasi perhitungan mekanika tanah akibat karakteristik tanah yang lunak. Meskipun para pihak tersebut sudah mengetahui adanya permasalahan di atas, PPK tetap melakukan pembayaran sebesar 100 persen terhadap progres pekerjaan itu.

Atas pembangunan selama dua tahun tersebut, negara dirugikan lebih dari Rp 11 miliar. Apalagi hingga saat ini jembatan tersebut sama sekali tidak dapat dipergunakan. (aan)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *